|
||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||
Indonesia | English | ||||||||||||||||||||||||||
SAYA HANCUR LEBUR, DITOLONG-NYA Saat kecil Dapot kerap menerima perlakuan tidak baik dari ayahnya. Apalagi ketika ia tumbuh remaja, saat ia SMP. Jika ia berbuat salah, atau melakukan tindakan yang tidak berkenan di hati ayahnya, Dapot akan mendapat kekerasan. Tidak saja tangan ayahnya melayang di wajahnya, tetapi sabetan gesper ikat pinggang akan melayang di tubuhnya. "Bapak pernah juga hajar saya pakai balok," kisah anak kedua dari empat bersaudara ini. Dapot sangat tertekan. Mau protes, jelas tak mampu. Terbayang kemarahan yang akan ditimpakan oleh ayahnya. Dapot hanya diam, menerima saja perlakuan buruk ayahnya. Saat SMP, ibunya dipanggil Tuhan. Pergaulan Buruk Suasana di rumah tak nyaman. Perasaan Dapot bergejolak. Seperti mendapat jalan keluar, ia menhabiskan banyak waktu di luar rumah. Bermain, nongkrong dengan teman-temannya. Ia tak menolak saat diajak mabuk dan menikmati narkoba. Dapot juga menerima saja tawaran teman-temannya untuk nodong, jambret. Kejahatan Dapot dan teman-teman makin menjadi. Mereka membobol salah satu rumah di komplek POLRI. Dapot dan teman-teman ditangkap. Dibui hanya satu bulan lantaran salah satu orangtua teman "menolong" mereka. Mereka bebas. Bui tidak membuat Dapot kapok. Malah sebaliknya, selama dibui, ia mendapat ilmu baru dalam dunia kejahatan. Setelah keluar, kejahatan meningkat. Bahkan pada 2004 ia melakukan aksi jahatnya di lampu merah dekat Mall Cempaka Mas, Jakarta Pusat. Kejahatan mereka terkenal dengan nama Kampak Merah. Dapot tak mengenal rasa takut. Ia semakin tertantang dengan melakukan berbagai kejahatan. Penjara bukanlah hal yang menakutkan. Dalam pikirannya, risiko terbesar adalah mati. Semua orang pasti mati. Dapot dan teman-teman pernah membajak bis Mayasari Bakti. Semua uang dan barang-barang milik penumpang dikuras. Berjumpa Tuhan Ke mana pun pergi, Dapot selalu membawa senjata tajam. Pada 2005 Dapot terkena razia karena membawa badik. Ia lantas masuk polsek Senen. Ia dibui beberapa bulan. Ini pun tidak membuatnya jera. Bebas Oktober 2005, sebulan kemudian Dapot tersandung kriminal besar, yaitu pembunuhan berencana. Dapot diganjar vonis 10 tahun. Setelah beberapa kali pindah rutan, Dapot menghuni Lapas Batu Nusakambangan. "Di penjara ada kunjungan rohaniawan. Mereka mengadakan ibadah. Saya berkenalan dengan beberapa hamba Tuhan yang datang kesana. Salah satunya Bu Yani, saudara Ibu Maria Tan dari YASINDO Yayasan Anugerah Sejahtera Indonesia." Dari kebaktian dan perkenalan dengan hamba-hamba Tuhan itu, iman Dapot mulai tumbuh. Meskipun Kristen sejak lahir, ia tidak mengenal Tuhan. Waktu kecil, pernah sebentar saja ia ikut Sekolah Minggu, mendengar tentang Tuhan Yesus. Namun, ketika beranjak remaja, ia tak lagi pergi ke gereja. Orangtuanya tidak membawanya ke gereja, karena memang mereka tidak pergi ke gereja. Malah sebaliknya, Dapot mendapat kekerasan yang sangat menekan batin dari ayahnya. Di penjara, Dapot merasa berjumpa dengan Tuhan Yesus. Tuhan yang penuh kasih yang menyerahkan nyawanya bagi dosa manusia. Di penjara Nusakambangan itulah Dapot teringat, betapa jahatnya dia. Begitu banyak orang yang telah dirugikan. Firman Tuhan yang ia dengar bersemi. Dapot mohon ampun atas segala dosa yang telah ia perbuat. Desember 2008, dalam satu ibadah, tumbuh kerinduan dalam hatinya untuk menyerahkan hidup kepada Tuhan. Suatu saat ia ingin menjadi pelayan Tuhan, memberitakan kabar baik. Saat di Nusakambangan itulah, ia menerima kabar ayahnya meninggal. Januari 2011, Dapot keluar penjara. Ia menghirup udara bebas. Sesuai dengan harapannya, setelah keluar dari penjara ia pergi ke YASINDO, lembaga yang melayani di Lembaga Pemasyarakatan dan mantan napi. "Saya sempat pulang ke Medan menemui kakak dan adik saya. Mereka kaget saya telah berubah. Saya tobat, tidak mau mengulangi perbuatan yang dulu. Saya juga sampaikan kerinduan saya untuk melayani Tuhan," tutur kelahiran Kuta Cane, Aceh 25 Februari 1982. Kabaikan yang Memancar Tinggal di asrama YASINDO, Tangerang, Dapot belajar banyak hal. Ia melihat begitu banyak mantan napi yang telah melayani Tuhan sepenuh waktu, merintis pelayanan dan menggembalakan jemaat. Tidak sedikit dari mereka menjadi pendeta. "Mereka menasihati saya untuk melihat panggilan Tuhan, menetapkan diri merespon panggilan Tuhan. Mereka bilang jangan sekali-kali undur dari pelayanan. Komitmen saya makin terbentuk menjadi hamba-Nya sampai akhir hidup." Di asrama YASINDO, setiap pagi Dapot mengikuti acara di asrama yaitu merenung dan membantu memproduksi barang-barang keperluan ibadah seperti mimbar dan berbagai aksesoris rohani. Dapot juga mengikuti sekolah paket C yaitu setara SMA. Setelah mengantongi ijazah, Bu Maria Tan, Pembina di YASINDO, menawari Dapot kuliah. "Saya ingat suatu hari Bu Maria bertanya kepada saya, Dapot, STT mana yang kamu pilih? Bu Maria selalu mempelajari sekolah setiap kali akan mengirimkan anak-anak binaan. Ia seperti orangtua bagi saya. Tidak ada hubungan saudara, saya Batak, Bu Maria Tionghoa," jelas mahasiswa semester tujuh STTII Yogyakarta, tersenyum. Dapot juga merasakan kebaikan Tuhan melalui Mamatua, kakak ibunya. Pada 2004 Dapot dikeroyok tujuh orang karena dendam pribadi. Saat itu ia sedang duduk di dekat halte dengan tangan kosong, tanpa senjata. Dapot luka parah, tulang lengan patah. Ia dirawat di RS Koja untuk menjalani operasi menyambung tulang patah. Lengan tangan kiri dipasang pen (besi) sampai sekarang." Mamatualah yang merawat, mengayomi, mengurus admnistrasi, membayar rumah sakit. Begitu pula saat di Nusakambangan, ketika saya sudah menjalani 2/3 hukuman dan mengurus pembebasan bersyarat Mamatualah yang menjadi penjamin," saksi pehobi renang dan membaca ini. Sebuah Kerinduan Beberapa kali Dapot ikut Mission Trip, dua kali ke Papua dan sekali ke Madura. Ketika di Papua, ia tertegun melihat antusias jemaat. Mereka berbondong-bondong. Banyak yang berjalan lebih dari tiga jam menuju tempat KKR. Wilayah yang begitu luas dan sulit dijangkau menjadi tantangan tersendiri bagi pelayan Tuhan disana. "Setelah lulus saya ingin melayani di Papua. Saya ingin memenangkan jiwa. Satu jiwa berharga di mata Tuhan. Saya yang hancur lebur begini, ditolong-Nya diselamatkan. Saya mau memberitakan Injil....," jelas Dapot penuh semangat. ~NIKEN~ Sumber: Majalah Rohani Populer BAHANA, September 2015 Vol. 293 |
||||||||||||||||||||||||||
Galeri
|
||||||||||||||||||||||||||
Kembali | ||||||||||||||||||||||||||